Dilema, Maju atau Tidak
“ Success is impossible without Hard Work “ Louise Tomlinson
Bismillahirrahmanirrahim dengan nama Allah yang selalu memberi kekuatan
pada jiwa manusia, kali ini aku akan berceloteh tentang kisah mawapres yang
belum lama ini aku lakoni. Sebuah kisah yang sangat berharga dan aku merasa
sayang jika cerita ini hanya tersimpan dalam benak logika. Bermain aksara
menjadi media bagiku untuk mencoba berbagi dan terus menebar kebermanfaatan,
InsyaAllah. Karena aku percaya sebuah tulisan akan melekat kuat dan lagi-lagi
aku percaya apa yang dikatakan Mas Pram tokoh idolaku dalam menulis bahwa
menulis adalah bekerja untuk sebuah keabadian. Selamat membaca celoteh aksaraku
yah ........
April 2015, aku mengikuti kompetisi debat di Makassar dengan kak
Annisa Indriyani yang baru saja merampungkan kompetisi mawapres tingkat
fakultas dengan gelar mawapres FIP terfavorit 2015 yang disandangnya. Dia
banyak memberikan pelajaran padaku bahwa aku harus bersiap-siap jadi mawapres
berikutnya dan dia berharap aku dapat membawa PGSD lebih baik maka mendengar
ceritanya tertanamlah dalam logikaku “ InsyaAllah tahun depan, aku siap”
gumamku sambil memandang gugusan langit dari jendela pesawat
Aku menuliskan catatan mimpi menjadi mawapres saat itu lalu
berimajinasi seolah nantinya berada dipanggung mawapres UNJ dengan membawa nama
baik PGSD. Ada sebuah misi yang ingin kujalani. Aku ingin PGSD bisa tembus
fakultas dan sebagai pembuktian kampus yang letaknya jauh dari kampus pusat ternyata
memiliki banyak mahasiswa-mahasiswa potensial baik dibidang akademik maupun non
akademik.
Januari 2016
Di awal tahun aku coba untuk menyusun resolusi mimpi yang salah
satunya adalah menjadi MAWAPRES UNJ. Setiap kali memandang tembok kamarku aku
selalu memvisualisasikan dan berharap bahwa semesta akan mendukung impianku
untuk direalisasikan. Aku mencoba mencari-cari ide untuk KTI ku nanti dan
ditempat KKN aku coba menganalisis apa sebenarnya permasalahan yang terjadi di
negeri ini dalam hal pendidikan terutama pendidikan sekolah dasar. Aha!
Eureka! Aku tertarik pada issue literasi setelah melihak keadaan sekolah di
Desa Jatisari Karawang yang tidak memiliki sarana memadai bagi anak-anak untuk
membaca. Akupun mulai menyusun kerangka KTIku secara kasar sambil baca-baca KTI
mapresnas yang kulihat dari Mbah Google. Aku semakin tertarik untuk
menceburkan diriku keajang ini sambil tak pernah lepas membayangkan wajah
orangtuaku yang mungkin akan senang ketika anaknya meraih prestasi.
Ketika semangatku mulai membara, aku dihadapkan pada takdir yang
membuatku putus asa yaitu…………… Tragedi
Laptop kesayanganku yang tewas akibat terendam air saat tempat KKNku
kebanjiran. Laptop itu benar-benar tak bisa lagi di service semuanya mati total
karena Air memang musuh terbesar alat-alat elektronik tak terkecuali Laptop.
“Allahuakbar…….” Betapa sesaknya aku saat itu, kehilangan laptop
kesayangan yang menyimpan banyak sekali hal-hal berharga di hidupku.
Rasanya saat laptop tewas pupus sudah harapanku saat mawapres kala
itu, tiada laptop, tiada semangat dan
akupun merasa tidak bisa maju mawapres dan hampir saja merelakan
impianku hanya sekedar impian. Mendengar tragedi laptop tewas kak Gia segera
menyemangatiku “ Pal, gimana KTI? Duuuuh laptopnya pake kerendem lagi yah
ada-ada ajah. Tapi jangan putus semangat yah pal pasti bisa! Masih ada beberapa
bulan lagi untuk beli laptop pal, bismillah ada jalan”,ucap kak gia Via Whatsapp.
Aku tak banyak membalasnya bahkan terkadang hanya membalas dengan
jawaban“ entahlah” jawaban itu seolah menghantarkanku di titik terlemah.
Hingga aku sempat melupakan dan tidak lagi melihat catatan impian mawapresku
ditembok kamar.
Sekolah Mawapres
Walau sudah tidak pernah kulihat namun impian mawapres itu masih
saja tak mau pergi dan terus menari dikepalaku walau telah lama takku gubris. Aku
memberanikan diri untuk datang ke sekolah mawapres FIP yang waktu itu diisi
oleh kak Mira Marini Juara 3 Mahasiswa Berprestasi UNJ dan sekaligus mahasiswa berprestasi
terinspiratif 2015 Beliau membawakan materi Public Speaking dan akhirnya
beliau berhasil membangunkanku untuk mewujudkan impian menjadi mawapres yang
hampir saja aku kubur dalam-dalam. Sepulang dari sekolah mawapres aku bertemu
kak Anis yang saat itu menjadi panitianya “ Gimana Pal, persiapannya? Udah berapa
persen? “ tanyanya sambil merangkul bahuku seperti biasa. Aku tak menjawab
hanya tertunduk malu dan memeluknya sambil terisak “ doakan cepet dapat
laptop yah kak”.
Maju, enggak, maju, enggak, maju, enggak, maju, enggak, MAJU!!! Ya aku
harus Maju! “ucapku terhadap diriku sendiri.
Seperti mendapatkan bensin yang membakar semangatku, akupun mencari-cari
laptop agar aku maju mawapres. Semua group whatsapp dan orang-orang terdekatku
aku tanyakan,“adakah yang menjual laptop?”sampai akhirnya ALLAH
menjawab
kekhawatiranku, lewat kak Rinta kaka kelasku temannya mau menjual laptop
dengan
harga miring karena laptopnya memang hasil lomba dan memiliki harddisk
yang
sangat kecil. “Gak apa-apalah yang penting punya laptop” gumamku. Tidak
berhenti sampai disitu, Allah semakin menguatkanku. Ketika aku
mengunjungi Guru
SMPku Bu Sri Hastuti, ternyata beliau sudah mempersiapkan laptop yang
menemani
perjuangan tesisnya untukku. Beliau juga memberikan tantangan agar kelak
aku bisa mengembalikan laptopnya dalam keadaan aku telah sukses.
Tantangannya menjadi semangat baru bagiku, menjadi sumber kekuatan untuk
kembali membangun Mimpiku. Betapa senangnya laptop Ibu Sri Hardisknya
besar jadi bisa
digunakan untuk menyimpan banyak data penelitian dan juga untuk
skripsiku kelak
Alhamdulillah aku punya dua laptop. Terimakasih ibu ..... Sejak Detik itu…………
perjuangan mawapres dimulai !