Sunday 8 May 2016

Celoteh Perjalanan Mawapres UNJ Chapter 1


Dilema,  Maju atau Tidak
“ Success is impossible without Hard Work “ Louise Tomlinson
Bismillahirrahmanirrahim dengan nama Allah yang selalu memberi kekuatan pada jiwa manusia, kali ini aku akan berceloteh tentang kisah mawapres yang belum lama ini aku lakoni. Sebuah kisah yang sangat berharga dan aku merasa sayang jika cerita ini hanya tersimpan dalam benak logika. Bermain aksara menjadi media bagiku untuk mencoba berbagi dan terus menebar kebermanfaatan, InsyaAllah. Karena aku percaya sebuah tulisan akan melekat kuat dan lagi-lagi aku percaya apa yang dikatakan Mas Pram tokoh idolaku dalam menulis bahwa menulis adalah bekerja untuk sebuah keabadian. Selamat membaca celoteh aksaraku yah ........
April 2015, aku mengikuti kompetisi debat di Makassar dengan kak Annisa Indriyani yang baru saja merampungkan kompetisi mawapres tingkat fakultas dengan gelar mawapres FIP terfavorit 2015 yang disandangnya. Dia banyak memberikan pelajaran padaku bahwa aku harus bersiap-siap jadi mawapres berikutnya dan dia berharap aku dapat membawa PGSD lebih baik maka mendengar ceritanya tertanamlah dalam logikaku “ InsyaAllah tahun depan, aku siap” gumamku sambil memandang gugusan langit dari jendela pesawat
Aku menuliskan catatan mimpi menjadi mawapres saat itu lalu berimajinasi seolah nantinya berada dipanggung mawapres UNJ dengan membawa nama baik PGSD. Ada sebuah misi yang ingin kujalani. Aku ingin PGSD bisa tembus fakultas dan sebagai pembuktian kampus yang letaknya jauh dari kampus pusat ternyata memiliki banyak mahasiswa-mahasiswa potensial baik dibidang akademik maupun non akademik. 
Januari 2016
Di awal tahun aku coba untuk menyusun resolusi mimpi yang salah satunya adalah menjadi MAWAPRES UNJ. Setiap kali memandang tembok kamarku aku selalu memvisualisasikan dan berharap bahwa semesta akan mendukung impianku untuk direalisasikan. Aku mencoba mencari-cari ide untuk KTI ku nanti dan ditempat KKN aku coba menganalisis apa sebenarnya permasalahan yang terjadi di negeri ini dalam hal pendidikan terutama pendidikan sekolah dasar. Aha! Eureka! Aku tertarik pada issue literasi setelah melihak keadaan sekolah di Desa Jatisari Karawang yang tidak memiliki sarana memadai bagi anak-anak untuk membaca. Akupun mulai menyusun kerangka KTIku secara kasar sambil baca-baca KTI mapresnas yang kulihat dari Mbah Google. Aku semakin tertarik untuk menceburkan diriku keajang ini sambil tak pernah lepas membayangkan wajah orangtuaku yang mungkin akan senang ketika anaknya meraih prestasi. 
Ketika semangatku mulai membara, aku dihadapkan pada takdir yang membuatku putus asa yaitu……………  Tragedi Laptop kesayanganku yang tewas akibat terendam air saat tempat KKNku kebanjiran. Laptop itu benar-benar tak bisa lagi di service semuanya mati total karena Air memang musuh terbesar alat-alat elektronik tak terkecuali Laptop. 
“Allahuakbar…….” Betapa sesaknya aku saat itu, kehilangan laptop kesayangan yang menyimpan banyak sekali hal-hal berharga di hidupku.
Rasanya saat laptop tewas pupus sudah harapanku saat mawapres kala itu, tiada laptop, tiada semangat dan  akupun merasa tidak bisa maju mawapres dan hampir saja merelakan impianku hanya sekedar impian. Mendengar tragedi laptop tewas kak Gia segera menyemangatiku “ Pal, gimana KTI? Duuuuh laptopnya pake kerendem lagi yah ada-ada ajah. Tapi jangan putus semangat yah pal pasti bisa! Masih ada beberapa bulan lagi untuk beli laptop pal, bismillah ada jalan”,ucap kak gia Via Whatsapp.
Aku tak banyak membalasnya bahkan terkadang hanya membalas dengan jawaban“ entahlah” jawaban itu seolah menghantarkanku di titik terlemah. Hingga aku sempat melupakan dan tidak lagi melihat catatan impian mawapresku ditembok kamar.
Sekolah Mawapres  
Walau sudah tidak pernah kulihat namun impian mawapres itu masih saja tak mau pergi dan terus menari dikepalaku walau telah lama takku gubris. Aku memberanikan diri untuk datang ke sekolah mawapres FIP yang waktu itu diisi oleh kak Mira Marini Juara 3 Mahasiswa Berprestasi UNJ dan sekaligus mahasiswa berprestasi terinspiratif 2015 Beliau membawakan materi Public Speaking dan akhirnya beliau berhasil membangunkanku untuk mewujudkan impian menjadi mawapres yang hampir saja aku kubur dalam-dalam. Sepulang dari sekolah mawapres aku bertemu kak Anis yang saat itu menjadi panitianya “ Gimana Pal, persiapannya? Udah berapa persen? “ tanyanya sambil merangkul bahuku seperti biasa. Aku tak menjawab hanya tertunduk malu dan memeluknya sambil terisak “ doakan cepet dapat laptop yah kak”.
Maju, enggak, maju, enggak, maju, enggak, maju, enggak, MAJU!!! Ya aku harus Maju! “ucapku terhadap diriku sendiri.
Seperti mendapatkan bensin yang membakar semangatku, akupun mencari-cari laptop agar aku maju mawapres. Semua group whatsapp dan orang-orang terdekatku aku tanyakan,“adakah yang menjual laptop?”sampai akhirnya ALLAH menjawab kekhawatiranku, lewat kak Rinta kaka kelasku temannya mau menjual laptop dengan harga miring karena laptopnya memang hasil lomba dan memiliki harddisk yang sangat kecil. “Gak apa-apalah yang penting punya laptop” gumamku. Tidak berhenti sampai disitu, Allah semakin menguatkanku. Ketika aku mengunjungi Guru SMPku Bu Sri Hastuti, ternyata beliau sudah mempersiapkan laptop yang menemani perjuangan tesisnya untukku. Beliau juga memberikan tantangan agar kelak aku bisa mengembalikan laptopnya dalam keadaan aku telah sukses. Tantangannya menjadi semangat baru bagiku, menjadi sumber kekuatan untuk kembali membangun Mimpiku.  Betapa senangnya laptop Ibu Sri Hardisknya besar jadi bisa digunakan untuk menyimpan banyak data penelitian dan juga untuk skripsiku kelak Alhamdulillah aku punya dua laptop. Terimakasih ibu ..... Sejak Detik itu………… perjuangan mawapres dimulai !